TANGERANG - Tanah bengkok merupakan tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa. Tanah bengkok tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain (diperjualbelikan) tanpa persetujuan seluruh warga desa, termasuk kepada kepala desa atau perangkat desa sekalipun, kecuali untuk kepentingan umum. Namun, tanah bengkok boleh disewakan kepada mereka yang diberi hak pengelolaannya, yaitu kepala desa dan perangkat desa.
Tanah bengkok adalah hak kelola yang melekat pada seorang pejabat desa selama ia menjabat jabatan tersebut, seperti lurah, kamituwo, kepala kampong. Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. Namun, tanah ini tidak diperkenankan untuk disewakan kepada pihak ketiga.
Larangan memperjualbelikan tanah desa ini juga ditegaskan dalam Pasal 15 Permendagri 4/2007 yang berbunyi:
(1) Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.
(4) Pelepasan hak kepemilikan timah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(5) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.
Jadi tanah bengkok pada dasarnya merupakan tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa. Tanah bengkok ini tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain (diperjualbelikan) tanpa persetujuan seluruh warga desa, termasuk kepada kepala desa atau perangkat desa sekalipun. Namun, tanah ini boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak pengelolaannya. Itu artinya, kepala desa dan perangkat desa sebagai orang yang diberikan hak pengelolaan dapat menyewa tanah bengkok tersebut.
Dasar Hukum tentang pengelolaan Tanah Bengkok ini adalah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.
Dari Uraian di atas, sebagai mana kita ketahui ada beberapa desa yang berdasarkan penelusuran awak media tanah bengkok di beberapa Desa di Kecamatan Cikupa ada yang dikelola dan ada pula yang belum terinventarisir keberadaannnya.
Adalah salah satunya, Desa Pasir Gadung kecamatan Cikupa yang akhir akhir ini diramaikan oleh keinginan tokoh tokoh masyarakat Desa Pasir Gadung mempertanyakan dimana Tanah Bengkok milik Desa, pertanyaan ini lah yang harus di jawab secara tegas dan objektif kepada warga Desa Pasir Gadung.
Sekdes Pasir Gadung, saat dikonfirmasi terkait Tanah Bengkok ini akan segera menindaklanjuti isyu penting ini. Selasa, (02/1/2024)
Baca juga:
Bahtsul Masail dan Kiai Zaini Mun'im
|
" Nanti kita agendakan dengan BPD, Tokoh Masyarakat dan para pihak pihak terkait untuk membicarakan tanah bengkok ini, " papar Sekdes Dedi Heryana.
Lanjutnya, Tanah tanah milik Desa nanti kita inventarisir agar kedepannya tidak lagi menjadi polemik dan atas nama Pemerintah Desa Pasir Gadung mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang merasa peduli terhadap harta harta milik bersama tersebut.
"Nantilah, ini harus teragedakan dengan baik, yang jelas tanah bengkok itu milik Desa dan tidak dapat diperjualbelikan, "tutup Sekdes Dedi.
Sementara Hadi Sofyan selaku Aktivis Media dan Sosial ini mengatakan bahwa jika memang tanah bengkok Desa Pasir Gadung itu ada, lebih baik ditelusuri, " ujar Kang Pian.
Menurutnya, jika tanah bengkok itu ada dan sekarang sudah atas nama orang lain, sebaiknya Penyelesaian sengketa tanah yang belum bersertifikat atau sudah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional, kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan kantor pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Undang undang jelas kok, tanah bengkok itu tidak bisa dijual belikan, " tutup Kang Pian.
Sampai berita ini di turunkan awak media belum konfirmasi ke pihak kecamatan dan ke BPN Kabupaten Tangerang. (HD)